A. Penerapan Pancasila dari Masa ke
Masa
Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara dan pandangan hidup bangsa telah disepakati oleh seluruh bangsa
Indonesia. Akan tetapi, dalam perwujudannya banyak sekali mengalami pasang
surut. Bahkan, sejarah bangsa kita telah mencatat bahwa pernah ada upaya untuk
mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan
ideologi lainnya. Upaya ini dapat digagalkan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Meskipun demikian, tidak berarti ancaman terhadap Pancasila sebagai dasar
negara sudah berakhir. Tantangan masa kini dan masa depan yang terjadi dalam
perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia internasional, dapat menjadi ancaman
bagi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup.Untuk
semakin memperkuat pemahaman kalian, berikut ini dipaparkan uraian materi
berkaitan dengan perkembangan penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa semenjak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang.
Perwujudan nilai-nilai Pancasila
sebagai dasar negara telah dilaksanakan sejak masa awal kemerdekaan, Orde Lama,
Orde Baru, dan masa Reformasi sampai sekarang.
1. Masa Awal Kemerdekaan (1945-1959)
Maka,
sejak awal kemerdekaan seluruh rakyat Indonesia bertekad untuk menentukan nasib
bangsa sendiri yang baru saja lepas dari belenggu penjajahan dengan berupaya
mempertahankan kemerdekaan dari berbagai ancaman, baik dari dalam negeri maupun
dari luar negeri.
Ada
upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan penyimpangan
terhadap nilai-nilai Pancasila. Upaya-upaya tersebut, di antaranya sebagai
berikut.
a.
Pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI) di Madiun pada tanggal 18 September 1948.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara
Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan
tersebut akan mengganti
Pancasila dengan paham komunis.
Pemberontakan ini pada akhirnya dapat digagalkan.
b.
Pemberontakan Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.
Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII)
oleh Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII
adalah untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at Islam.
Tetapi, gerakannya bertentangan
dengan ajaran Islam sebenarnya.
Mereka melakukan perusakan dan pembakaran rumah-rumah penduduk, pembongkaran
jalan-jalan kereta api, perampasan harta benda milik penduduk, serta melakukan
penganiayaan terhadap penduduk. Upaya penumpasan pemberontakan ini, memakan
waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo
bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.
c.
Pemberontakan Republik Maluku
Selatan (RMS).
Republik Maluku Selatan (RMS)
merupakan sebuah gerakan separatisme dipimpin oleh Christian Robert Steven
Soumokil, bertujuan untuk membentuk negara sendiri, yang didirikan tanggal 25
April 1950. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon, dan Buru. RMS di Ambon
dikalahkan oleh militer Indonesia pada bulan November 1950, tetapi konflik di
Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan di Ambon berujung pada
pengungsian pemerintah RMS ke Seram, kemudian mendirikan pemerintahan dalam
pengasingan di Belanda pada tahun 1966.
d.
Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang dipimpin oleh
Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual tahun 1957-1958 di Sumatra dan
Sulawesi.
Gerakan ini merupakan bentuk koreksi
untuk pemerintahan pusat pada waktu itu yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.
Soekarno pada saat itu sudah tidak bisa lagi diberikan nasihat dalam
menjalankan pemerintahan sehingga terjadi ketimpangan sosial. Pemerintah pusat
dianggap telah melanggar undang-undang, pemerintahan yang sentralistis,
sehingga pembangunan di daerah menjadi terabaikan, dan menimbulkan
ketidakadilan dalam pembangunan. Oleh karena itu, timbullah inisiatif dalam
upaya memperbaiki pemerintahan di Indonesia.
e.
APRA (Angkatan Perang Ratu Adil).
Angkatan Perang Ratu Adil merupakan
milisi yang didirikan oleh Kapten KNIL Raymond Westerling pada tanggal 15
Januari 1949. Westerling memandang dirinya sebagai sang “Ratu Adil” yang
diramalkan akan membebaskan rakyat Indonesia dari tirani. Westerling
bersekongkol dengan Sultan Hamid II, berusaha mempertahankan negara federasi
yang dibentuk Belanda untuk melawan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dipimpin oleh Soekarno-Hatta.APRA telah melakukan serangan kudeta terhadap
Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 23 Januari 1950 dan berhasil
menduduki wilayah Bandung serta berhasil menewaskan beberapa tokoh bangsa, di
antaranya Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX dan Sekretaris Jenderal
Ali Budiardjo. Namun, kudeta yang dilancarkan Westerling mengalami kegagalan,
sehingga dia terpaksa melarikan diri ke Singapura. Hal tersebut mempercepat
pembubaran Republik Indonesia Serikat dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
f.
Perubahan bentuk negara dari
Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan
konstitusi yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Dalam perjalanannya berhasil
melaksanakan pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 yang selama itu
dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak
dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan
krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan Pemerintah mengeluarkan
Dekrit Presiden 1959. Dekrit tersebut dikenal dengan Dekrit 5 Juli 1959 yang
berisi: membubarkan Badan Konstituante; Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berlaku
kembali dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 tidak berlaku; serta
segera akan dibentuk MPRS dan DPAS. Pada periode ini, dasar negara tetap
Pancasila. Akan tetapi, dalam penerapannya lebih diarahkan seperti ideologi
liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
2. Masa Orde Lama (1959-1966)
Periode
ini dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin merupakan
sebuah sistem demokrasi yang seluruh keputusan dan pemikiran dalam pemerintahan
negara, berpusat pada pemimpin negara. Pemimpin negara saat itu adalah Presiden
Soekarno Demokrasi terpimpin dicetuskan oleh Presiden Soekarno karena banyaknya
gerakan separatis yang menyebabkan ketidakstabilan negara, tersendatnya pembangunan
ekonomi karena sering terjadinya pergantian kabinet sehingga program
pembangunan yang dirancang oleh kabinet tidak berjalan secara utuh, serta badan
konstituante yang gagal menjalankan tugasnya untuk menyusun UUD.
Oleh
karena itu, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli
1959. Walaupun konstitusi negara sudah kembali pada UUD NRI Tahun 1945, namun
pelaksanaannya masih terdapat penyimpangan terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Beberapa
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, di antaranya sebagai
berikut.
a. Presiden Soekarno ditetapkan sebagai
Presiden seumur hidup berdasarkan TAP MPRS No.
XX/1963, yang menyebabkan kekuasaan presiden semakin besar dan tidak terbatas.
b.
Presiden mengeluarkan penetapan
Presiden No. 3/1960 tanggal 5 Maret 1960 yang membubarkan DPR hasil Pemilu
1955.
c.
Presiden
membentuk MPRS yang anggota-anggotanya terdiri atas anggota DPR-GR, utusan
daerah, dan utusan golongan yang semuanya diangkat serta diberhentikan oleh
presiden.
Pada
periode ini, terjadi Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 yang dipimpin
oleh D.N Aidit. Tujuan pemberontakan ini adalah menjadikan negara Indonesia
sebagai negara komunis yang berkiblat ke negara Uni Soviet serta mengganti
Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini dapat digagalkan. Semua
pelakunya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya.
1. Pilihlah
salah satu contoh peristiwa penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai
dasar negara sejak awal kemerdekaan sampai akhir Orde Lama.
2.
Susun pertanyaan yang ingin kamu
ketahui sesuai topik yang dipilih.
3.
Carilah informasi tentang peristiwa
tersebut dari berbagai sumber belajar.
4.
Diskusikan dengan kelompokmu,
hubungkan berbagai informasi yang kamu peroleh dan buatlah kesimpulan tentang
peristiwa tersebut.
5.
Susun laporan hasil telaah
kelompokmu secara tertulis, dan sajikan di depan kelas.
3. Masa Orde Baru
Era
demokrasi terpimpin di bawah pimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan yang
keras ketika terjadinya peristiwa tanggal 30 September 1965, yang disinyalir
didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberontakan PKI tersebut
membawa akibat yang teramat fatal bagi partai itu sendiri, yaitu dibubarkannya
PKI dengan seluruh organisasi di bawah naungannya, dan dinyatakan sebagai organisasi
terlarang di Indonesia.
Begitu juga dengan Presiden Soekarno
yang berkedudukan sebagai Pimpinan Besar Revolusi dan Panglima Angkatan Perang
Indonesia. Secara pasti, sedikit demi sedikit kekuasaannya berkurang, bahkan
lengser dari jabatannya sebagai Presiden. Hal tersebut terjadi dengan
dikeluarkannya
Pengumuman Penyerahan Kekuasaan
Pemerintah kepada Jenderal Soeharto sebagai Pengemban Ketetapan MPRS
No.IX/MPRS/1966 pada tanggal 20 Pebruari 1967.Perpindahan kekuasaan ini,
dikukuhkan oleh MPRS dalam sidang istimewanya tanggal 7 Maret 1967 yang
dituangkan dalam TAP MPR No. XXXIII/MPRS/1967 yakni Mencabut Kekuasaan
Pemerintah dari Presiden Soekarno, dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat
Presiden hingga dilaksanakannya Pemilu.
Era baru dalam pemerintahan, dimulai
setelah melalui masa transisi yang singkat, yaitu antara tahun 1966-1968,
ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era
tersebut kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila.
Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan
UUD NRI Tahun 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan secercah
harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi
terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis.
Harapan rakyat tersebut, tentu saja
ada dasarnya. Presiden Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang rakyat
sebagai seseorang yang mampu mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan. Hal ini
dikarenakan beliau berhasil membubarkan PKI, yang ketika itu dijadikan musuh
utama negeri ini.
Selain itu, beliau juga berhasil
menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri pasca pemberontakan PKI dalam
waktu yang relatif singkat. Itulah beberapa alasan yang menjadi dasar
kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden
Soeharto. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan nasional dapat
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita) dan Program Pembangunan yang tertuang di dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut menjadikan pembangunan
nasional tumbuh
dengan pesat di segala bidang
kehidupan.
Pada masa ini juga Lembaga
Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya, baik yang
bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun yang bersifat
infrastruktur (LSM, Partai Politik, dan sebagainya).
Pada masa ini pula kebebasan
berpolitik dibatasi dengan jumlah partai politik yang terbatas pada tiga partai
saja, yaitu
1. Partai
Persatuan Pembangunan (PPP),
2.
Golongan Karya (Golkar), dan
3. Partai
Demokrasi Indonesia (PDI).
Dibatasinya kebebasan pers dan
kebebasan berpendapat, terbukti dengan banyaknya kasus dibredelnya beberapa
surat kabar atau majalah hingga dicabut surat izin penerbitannya dengan
alasan telah memberitakan peristiwa
yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Beberapa aktivis politik yang
menyuarakan aspirasinya dalam mengkritik kebijakan pemerintah, beberapa lama
kemudian diberitakan hilang atau ditangkap.
Munculnya beberapa peristiwa
pelanggaran hak asasi manusia, seperti :
1. kasus
Tanjung Priok,
2.
kasus Marsinah,
3. kasus
wartawan Udin dari Harian Bernas Yogyakarta, dan lain-lain.
Dari uraian di atas, kita bisa
menggambarkan bahwa perwujudan nilai-nilai Pancasila secara murni dan aksi
anarkisme, serta vandalisme, sehingga memicu terjadinya perpecahan, dan
penurunan moral. Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di era Reformasi
adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan di antara sesama warga bangsa
saat ini. Hal ini ditandai dengan adanya konflik di beberapa
daerah, tawuran antarpelajar, serta
tindak kekerasan yang dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan.
Peristiwa-peristiwa tersebut, dapat menimbulkan konflik antarwarga dalam
kehidupan masyarakat. Seolah-olah, wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh
nilai-nilai Pancasila yang
lebih mengutamakan kerukunan, telah
berkurang dari kehidupan masyarakat Indonesia.Selain tantangan-tantangan
tersebut, saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada perkembangan dunia yang
sangat cepat dan mendasar, seiring dengan berpacunya pembangunan bangsa-bangsa.
Dunia, saat ini sedang terus dalam gerak mencari tata hubungan baru, baik di
bidang politik, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan. Walaupun bangsa-bangsa
di dunia makin menyadari bahwa mereka saling membutuhkan dan saling tergantung
satu sama lain, namun persaingan antarkekuatan besar dunia dan perebutan
pengaruh masih berkecamuk. Salah satu cara untuk menanamkan pengaruh kepada
negara lain adalah melalui penyusupan ideologi, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kewaspadaan dan kesiapan, harus kita tingkatkan untuk
menanggulangi penyusupan ideologi lain yang tidak sesuai dengan Pancasila. Hal
ini lebih penting artinya, karena sebagian besar bangsa kita termasuk
masyarakat berkembang. Cita-cita bangsa dan negara Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, harus selalu menjadi semangat untuk mencapainya.
Maka, diperlukan komitmen bersama seluruh rakyat Indonesia untuk mempertahankan
serta melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di segala
aspek kehidupan.
Harmoni kerukunan antarumat beragama
di Desa Balun sudah ada sejak lama dan terus terpelihara hingga saat ini.
Kepala Desa Balun, Sudarjo, mengatakan, pada tahun 1990-an, saat gencarnya
penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Desa Balun menjadi
percontohan untuk pelaksanaan program pemerintah itu. Dan sejak saat itulah
Desa Balun dikenal dengan julukan Kampung Pancasila. Desa Balun yang memiliki
wilayah seluas 621,103 hektar itu berpenduduk 4.730 jiwa dari 1.234 keluarga.
Hingga saat ini, penduduk Desa Balun tercatat terdiri dari 3.780 pemeluk Islam,
688 beragama Kristen, dan 282 penganut Hindu. Dalam kehidupan sehari-hari,
warga Balun tidak tinggal secara berkelompok berdasarkan agama, tetapi
bercampur menjadi satu.
Di Desa Balun, tiga agama yang
berkembang, yaitu Islam, Kristen, dan Hindu memiliki tempat ibadah yang saling
berdekatan satu sama lain. Di sebelah barat lapangan desa, berdiri Masjid
Miftahul Huda berarsitektur Timur Tengah dengan nuansa hijau dan kuning. Di
selatan masjid, terdapat Pura Sweta Maha Suci yang berasitektur Bali. Dan
sekitar 70 meter didepan Masjid Miftahul Huda atau di timur lapangan desa,
terdapat Gereja Kristen Jawi Wetan. Meskipun tempat ibadah berada dalam satu
area,
namun warga Balun saling menghargai
agama yang dianut masing-masing warga.
Kerukunan tidak hanya tergambar
dalam bangunan rumah ibadah yang bertetangga. Kegiatan yang melibatkan seluruh
anggota masyarakat, seperti kerja bakti dan peringatan hari besar nasional juga
dilakukan bersama tanpa membedakan aliran kepercayaan. Demikian juga saat ada
aktivitas di salah satu tempat ibadah. Ketika Ramadhan, umat Islam yang tadarus
membaca Al Quran di Masjid dengan pengeras suara hanya sampai pukul 22.00 agar
tidak mengganggu umat lain. Umat Hindu tanpa diminta
mengubah sendiri jadwal
sembahyangnya. Kalau biasanya dilakukan sekitar pukul 19.00, selama bulan puasa
jadwalnya diubah sebelum maghrib. Saat umat muslim sholat Ied, umat lain ikut
membantu mengatur parkir dan menjaga ketenangan. Ketika Natal, banser ikut
membantu polisi bersama umat Hindu menjaga keamanan. Saat Nyepi, umat lain
tidak berisik saat keluar rumah dan hanya keluar seperlunya.Warga Desa Balun
yang merasakan nyamannya hidup dengan kerukunan antarumat beragama pun,
berusaha menjaga kedamaian tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya
kesepakatan yang dideklarasikan pada tanggal 17 Juni 1998 antarwarga di Desa
Balun. Kesepakatan ini bertujuan
agar seluruh warga Desa Balun mampu
menjaga dan mengembangkan kerukunan serta toleransi antarumat
beragama.(sumber:http://www.goodnewsfromindonesia.org /2015/09/02/merajut-keberagaman-di-kampung-pancasila/)
Setelah kamu membaca berita
tersebut, jawablah pertanyaan di bawah ini.
1. Apa yang melatarbelakangi
terbentuknya kampung Pancasila?
2. Apa tujuan dibentuknya kampung
Pancasila?
3. Siapa yang terlibat dalam
pembentukan kampung Pancasila?
4. Bagaimana upaya-upaya yang
dilakukan warga kampung Pancasila agar tercipta harmoni dalam keberagaman
kampung Pancasila?
5. Bagaimana upaya yang dapat kalian
lakukan untuk mencontoh pembentukan kampung Pancasila?
B. Dinamika Nilai-Nilai Pancasila
Sesuai dengan Perkembangan Zaman
Diterimanya Pancasila sebagai dasar
negara dan pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai
Pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi
penyelenggaraan negara Indonesia.
Nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai-nilai dasar Pancasila
dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman.
Nilai-nilai tersebut tetap dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan bangsa
dari masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang
bersifat terbuka.
1. Hakikat Ideologi Terbuka
Terdapat beberapa pendapat para
pakar yang memberikan definisi ideologi, di antaranya sebagai berikut:
a.
Soerjanto
Poespowardoyo, mengemukakan bahwa ideologi merupakan
konsep pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi
seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta
menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.
b.
Mubyarto,
mengemukakan bahwa ideologi adalah sejumlah doktrin kepercayaan
dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan
dan pedoman kerja atau perjuangan untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa.
c.
Padmo Wahjono, menyatakan bahwa
ideologi merupakan kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasar sebagai
suatu kelanjutan atau konsekuensi logis dari pandangan hidup bangsa dan akan
berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisasikan di dalam
kehidupan berkelompok.
d.
Franz Magnis Suseno, menyatakan
definisi ideologi dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, ideologi
sebagai segala kelompok cita-cita,
nilai-nilai dasar dan
keyakinan-keyakinan yang dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Sementara
itu, dalam arti sempit ideologi adalah gagasan atau teori menyeluruh tentang
makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak.
e.
M. Sastrapratedja menyatakan bahwa,
ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan
yang diorganisasi menjadi suatu sistem yang teratur. Dengan demikian, ideologi
memuat tiga unsur, yaitu adanya suatu penafsiran atau pemahaman, adanya
seperangkat nilai atau preskripsi moral, serta adanya suatu orientasi pada
tindakan.
f.
Ensiklopedia Populer Politik
Pembangunan Pancasila, menyatakan bahwa ideologi merupakan cabang filsafat yang
mendasari ilmu-ilmu seperti sosiologi, etika, dan politik.
g.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
ideologi diartikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas
pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara
berpikir seseorang atau golongan.
Sebagai ideologi negara, Pancasila
merupakan gagasan-gagasan atau ide-ide
yang dijadikan sebagai pedoman atau arah dalam mencapai cita-cita bangsa.Setiap
bangsa memiliki ideologi yang berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan bangsa. Maka dari itu, Pancasila sebagai ideologi negara merupakan
ciri khas atau identitas bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan dan terus
dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan arah dan tujuan yang diwujudkan
dalam sikap dan perilaku bangsa Indonesia.
Jika Pancasila tidak diwujudkan atau
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh bangsa Indonesia, maka bangsa
Indonesia akan kehilangan jati dirinya.
Sebagai suatu sistem pemikiran,
ideologi sangatlah wajar jika mengambil sumber dari pandangan dan falsafah
hidup bangsa. Hal tersebut akan membuat ideologi tersebut berkembang sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan bangsa. Artinya,
ideologi tersebut bersifat terbuka
dengan senantiasa mendorong
terjadinya perkembangan pemikiran baru tentang ideologi tersebut, tanpa harus
kehilangan jati dirinya. Kondisi ini akan berbeda sama sekali, jika ideologi
tersebut berakar pada nilai-nilai yang berasal dari luar bangsanya atau
pemikiran perseorangan. Dengan kata lain, ideologi tersebut bersifat tertutup.
Ciri khas ideologi terbuka adalah
nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan
diambil dari kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat itu sendiri.
Dasarnya dari konsensus masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan
ditemukan dalam masyarakat sendiri.
Ideologi terbuka mempunyai banyak
sekali keunggulan dibandingkan dengan ideologi tertutup. Keunggulan tersebut
dapat kita temukan dengan cara membandingkan karakteristik kedua ideologi
tersebut. Ideologi terbuka tidak hanya sekedar dibenarkan, melainkan dibutuhkan
oleh warga negara. Hampir dapat dipastikan, negara yang menganut sistem
ideologi tertutup seperti negara komunis, mengalami kehancuran secara
ideologis. Dalam arti, negara tersebut tidak mampu membendung desakan-desakan
yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar negaranya. Pada akhirnya,
ideologi negara tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri
2.
Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi
TerbukaPancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa
sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Keterbukaan
Pancasila, mengandung pengertian
bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai
Pancasila tidak berubah, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan
tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk
menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif,
serta senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan,
teknologi, serta dinamika
perkembangan aspirasi masyarakat.
Keterbukaan ideologi Pancasila harus
selalu memperhatikan:
a. stabilitas
nasional yang dinamis;
b.
larangan untuk memasukan
pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme
dan komunisme;
c.
mencegah berkembangnya paham
liberal;
d.
larangan terhadap pandangan ekstrim
yang menggelisahkan kehidupan masyarakat;
e. penciptaan
norma yang harus melalui kesepakatan.
Berdasarkan uraian di atas,
keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut.
a.
Nilai
dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan Yang Maha
Esa; kemanusiaan yang adil dan beradab; persatuan Indonesia; kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai dasar tersebut, bersifat
universal sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai
yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan melekat pada
kelangsungan hidup negara. Nilai dasar Pancasila selanjutnya dijabarkan dalam
pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun perwujudan nilai dasar
Pancasila sebagai ideologi terbuka tersebut adalah sebagai berikut.
1. Nilai ketuhanan dalam Pancasila,
sebagai ideologi terbuka merupakan bentuk hubungan warga negara Indonesia
sebagai insan pribadi atau makhluk individu dengan Tuhan Yang Maha Esa pencipta
alam semesta. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius atau bangsa yang
beragama memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha
Esa. Hal tersebut dibuktikan dengan pemelukan salah satu agama yang diakui
negara atau menganut aliran kepercayaan tertentu terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Nilai kemanusiaan dalam Pancasila,
diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan sesama manusia
sebagai insan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri senantiasa hidup saling
membutuhkan. Oleh karena itu, harus dijalin sikap kekeluargaan dan tolong
menolong antarsesama manusia tanpa membedakan suku bangsa, agama, ras,
antargolongan, maupun antarbangsa.
3. Nilai persatuan dalam Pancasila,
diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan bangsa dan
negaranya sebagai insan politik. Setiap warga negara, terikat oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut. Oleh karena itu setiap
warga negara dituntut untuk menaati peraturan itu sebagai wujud rasa cinta
tanah air, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi dan golongannya.
4. Nilai kerakyatan dalam Pancasila,
diwujudkan dalam bentuk hubungan warga negara Indonesia dengan kekuasaan dan
pemerintahan sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Setiap warga negara memiliki
hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam pemerintahan.
5. Nilai keadilan dalam Pancasila,
diwujudkan dalam hubungan warga negara Indonesia dengan kesejahteraan serta
keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap warga
negara, dituntut untuk meningkatkan taraf hidupnya yang lebih baik dengan
berusaha dan bekerja keras, menerapkan pola hidup sederhana, berlaku adil,
serta menghargai karya orang lain.
b.
Nilai
instrumental, ini sebagai penjabaran dari
nilai-nilai dasar ideologi Pancasila berupa peraturan perundangan dan lembaga
pelaksanaannya. Misalnya; UUD, ketetapan MPR, UU, serta peraturan
perundang-undangan lainnya. Dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan
aspirasi masyarakat berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
c.
Nilai
praksis, merupakan realisasi dari
nilai-nilai instrumental berupa suatu pengalaman nyata dalam kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi
praksis inilah, penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan
selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan
perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, sehingga Pancasila merupakan
ideologi terbuka.
Suatu ideologi, selain memiliki
aspek-aspek yang bersifat ideal berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran, serta
nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini
dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai
ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi. Adapun
ketiga dimensi Pancasila tersebut,
diantaranya sebagai berikut.
a.
Dimensi idealisme
Dimensi
ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang
bersifat sistematis, rasional, dan menyeluruh itu, pada hakikatnya bersumber
pada filsafat Pancasila. Hal tersebut karena setiap ideologi, bersumber pada suatu
nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat.
Dimensi
idealisme yang terkandung dalam Pancasila, mampu memberikan harapan, optimisme,
serta memberikan motivasi pendukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya.
Ideologi mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga masyarakat atau
bangsa dapat mengetahui ke arah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama.
b.
Dimensi normatif
Dimensi
ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma. Artinya, Pancasila terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
merupakan tertib hukum tertinggi dalam Negara Republik Indonesia serta
merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dengan
kata lain, agar Pancasila mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang
bersifat operasional, maka perlu memiliki norma atau aturan hukum yang jelas.
c.
Dimensi realitas
Dimensi
ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas
kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Pancasila memiliki keluwesan yang
memungkinkan adanya pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang
dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam
nilainilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam
kehidupan masyarakatnya secara nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam penyelenggaraan negara (Alfian, 1992:195).
C. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila
dalam Berbagai Kehidupan
Masih ingatkah kalian, nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila? Bagus apabila kamu masih ingat. Sila-sila
dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Masing-masing
sila Pancasila tidak dapat dipahami secara terpisah dengan sila yang lain. Tata
urutan Pancasila, memiliki makna saling dijiwai dan menjiwai oleh sila sebelum
dan sesudahnya. Oleh karena itu, tata urutan Pancasila tidak dapat diubah
karena akan menghilangkan makna Pancasila sebagai satu kesatuan.
Berilah contoh perilaku yang
mencerminkan perwujudan nilai dasar Pancasila!
1. Nilai ketuhanan
...............................................................................................................
...............................................................................................................
2. Nilai kemanusiaan
...............................................................................................................
...............................................................................................................
3. Nilai persatuan
...............................................................................................................
...............................................................................................................
4. Nilai kerakyatan
...............................................................................................................
...............................................................................................................
5.
Nilai keadilan
...............................................................................................................
Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila
dalam Bidang Politik dan Hukum
Perkembangan bidang politik,
meliputi persoalan lembaga negara, hak asasi manusia, demokrasi, dan hukum.
Pembangunan negara Indonesia sebagai negara modern, salah satunya adalah
membangun sistem pemerintahan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Lembaga
negara dikembangkan sesuai
dengan
kemajuan dan kebutuhan masyarakat dan negara. Pengembangan lembaga negara,
dapat dilakukan berdasarkan pada lembaga yang sudah ada dalam masyarakat,
menciptakan lembaga baru, atau mencontoh lembaga negara dari negara lain.
Adapun lembaga negara baru sesuai dengan amandemen UUD NRI Tahun 1945 adalah
DPD, MK, dan KY. Lembaga baru ini, haruslah sesuai dengan sistem pemerintahan
yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.Bangsa Indonesia menghargai hak asasi
manusia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, bukan hak asasi manusia yang
mengutamakan kebebasan individu atau mengutamakan kewajiban tanpa menghargai
hak individu. Namun, hak asasi manusia yang menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Hak asasi manusia yang dijiwai oleh nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demokrasi
yang negara kita kembangkan adalah demokrasi Pancasila. Suatu sistem demokrasi
yang tumbuh dari tradisi nilai-nilai budaya bangsa. Demokrasi yang mengutamakan
musyawarah mufakat dan kekeluargaan.
Demokrasi
yang tidak berdasarkan dominasi mayoritas maupun tirani minoritas. Sistem yang
mengutamakan kekeluargaan, bukan sistem oposisi yang saling menjatuhkan serta
mengutamakan kepentingan individu dan golongan. Sistem pemilihan umum dalam
demokrasi merupakan salah satu contoh perwujudan yang demokratis yang
dikembangkan di Indonesia.
Pemilihan
umum untuk memilih pemimpin, sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia sejak dahulu. Bentuk ini dapat dikembangkan dengan menerima cara
pemilihan umum di negara lain, seperti partai politik, kampanye, dan
sebagainya. Namun, pemilihan umum yang terjadi harus sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.
Pembangunan
dalam bidang hukum, diarahkan pada terciptanya sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila. Hukum nasional harus bersumber pada nilai-nilai
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Peraturan perundang-undangan
yang berlaku, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang dapat
disusun berdasarkan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat Indonesia maupun
dari luar, namun tetap sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
4. Perwujudan
Nilai-Nilai Pancasila dalam Bidang Ekonomi
Sistem
perekonomian yang dikembangkan adalah sistem ekonomi yang dijiwai oleh
nilai-nilai Pancasila. Landasan operasional sistem ekonomi yang berdasarkan
nilai-nilai Pancasila ditegaskan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945
Pasal 33, yang menyatakan beberapa hal berikut:
a.
Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
b. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak,
dikuasai oleh negara.
c. Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
d. Perekonomian
nasional, diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawawasan lingkungan,
kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Berbagai
wujud sistem ekonomi, baik yang sudah ada dalam masyarakat Indonesia maupun
sebagai bentuk pengaruh asing, dapat dikembangkan selama sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Dalam masyarakat saat ini, sudah dikenal adanya bank,
supermarket, mall, bursa saham, perusahaan, dan sebagainya. Semua lembaga
perekonomian tersebut, dapat kita terima selama sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.
5. Perwujudan
Nilai-nilai Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya
Tujuan pembangunan nasional adalah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kita menghendaki
terwujudnya masyarakat yang berdasarkan Pancasila. Masyarakat di sekitar kita,
selalu mengalami perubahan sosial dan budaya. Agar perubahan tersebut tetap
terarah pada terwujudnya masyarakat berdasarkan Pancasila, sistem nilai sosial
dan budaya dalam masyarakat dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Sistem
nilai sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia, terus dikembangkan agar lebih
maju dan modern. Oleh karena itu, proses modernisasi perlu terus dikembangkan.
Modernisasi tidak berarti “westernisasi”, namun lebih diartikan sebagai proses
perubahan menuju ke arah kemajuan. Nilai-nilai sosial yang sudah ada dalam
masyarakat yang sesuai dengan Pancasila, seperti kekeluargaan, musyawarah,
serta gotong royong, terus dipelihara dan diwariskan kepada generasi muda.
Demikian juga nilai-nilai sosial dari luar, seperti semangat bekerja keras,
kedisiplinan, dan sikap ilmiah, dapat diterima sesuai nilai-nilai Pancasila.
Sikap feodal, sikap eksklusif, dan
paham kedaerahan yang sempit serta budaya asing yang bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila perlu dicegah perkembangannya dalam proses pembangunan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan contoh budaya asing yang dapat
memperkaya budaya bangsa.
6. Perwujudan
Nilai-nilai Pancasila dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan
Pembangunan
dalam bidang pertahanan dan keamanan, secara tegas dinyatakan dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan bahwa pembelaan
negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Demikian juga Pasal 30
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa setiap
warga negara berhak
dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan
dan keamanan negara Indonesia dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta. Dengan demikian, kedua pasal ini menegaskan perlunya
partisipasi seluruh rakyat dalam upaya bela negara serta usaha pertahanan dan
keamanan negara.
1. Coba amati berbagai peristiwa
yang terjadi sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila sesuai dengan
perkembangan masyarakat di lingkungan sekitar kalian, seperti di sekolah,
pergaulan, masyarakat, bangsa, dan negara. Pilihlah salah satu topik perwujudan
tersebut di salah satu lingkungan untuk menjadi topik kelompok kalian.
2. Susunlah beberapa pertanyaan yang
ingin kalian ketahui berkaitan dengan perwujudan nilai-nilai Pancasila.
Contohnya, mengenai perbuatan yang sesuai dan tidak sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, faktor yang menyebabkan, akibatnya, dan sebagainya.
3. Kumpulkan berbagai informasi
untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pengamatan, wawancara, dan
membaca buku dari berbagai sumber belajar.
4. Hubungkan berbagai informasi yang
kalian peroleh, seperti perbuatan apa yang paling sering dilakukan, mana yang
paling banyak sesuai atau tidak sesuai. Buatlah kesimpulan tentang perwujudan
nilai-nilai Pancasila di lingkungan sesuai topik kelompok kalian.
5. Susunlah laporan hasil pengamatan
dan telaah kelompok kalian secara tertulis, kemudian sajikan di depan kelas.