A. Arti dan Makna Sumpah Pemuda dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia
1.
Peran Perjuangan Pemuda
dalam Organisasi Kepemudaan
Pada tahun 1908,
bangsa Indonesia mulai bangkit. Di bab sebelumnya, kita sudah membahas bahwa
kebangkitan bangsa Indonesia ini ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo (Budi
Utomo). Berdirinya Budi Utomo mendorong bermunculannya organisasi Pemuda,
seperti berikut.
a.
Trikoro Dharmo (TK)
Trikoro Dharmo
didirikan oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, dkk. di Gedung STOVIA Jakarta pada
tahun 1915. Trikoro Dharmo merupakan cikal bakal Jong Java. Trikoro Dharmo
memiliki tiga visi mulia, yaitu: sakti berarti kekuasaan dan kecerdasan, budi
berarti bijaksana, dan bhakti berarti kasih sayang. Visi ini kemudian
dikembangkan dalam tiga tujuan Trikoro Dharmo sebagai berikut.
1)
Mempererat tali persaudaraan antar siswa-siswi Bumi
Putra pada sekolah menengah dan kejuruan.
2)
Menambah pengetahuan umum bagi anggotanya.
3)
Membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala
bahasa dan budaya.
Dalam kongres
pertamanya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918, Trikoro Dharmo mengubah namanya
menjadi Jong Java. Kongres juga menetapkan perubahan haluan organisasi, dari
semula organisasi non politik menjadi organisasi politik. Pada kongres
selanjutnya di tahun 1926, Jong Java menyatakan dalam anggaran dasarnya hendak
menghidupkan rasa persatuan seluruh bangsa Indonesia serta kerja sama dengan
semua organisasi pemuda dalam rangka membentuk ke-Indonesiaan. Dengan demikian,
organisasi ini menghapus sifat Jawa-sentris serta mulai terbuka bekerja sama
dengan pemuda-pemuda bukan Jawa.
b.
Jong Sumateranen Bond
Organisasi
kepemudaan Persatuan Pemuda-Pelajar Sumatera atau Jong Sumateranen Bond,
didirikan pada tahun 1917 di Jakarta. Pada Kongres ketiga, Jong Sumateranen
Bond melontarkan pemikiran Moh. Yamin, yaitu anjuran agar penduduk Nusantara
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Jong
Sumateranen Bond melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Moh. Hatta, Moh. Yamin,
dan Bahder Johan.
c.
Jong Ambon, Jong Minahasa,
Jong Celebes
Jong Ambon
didirikan pada tahun 1918. Selanjutnya, antara tahun 1918–1919, berdiri Jong
Minahasa dan Jong Celebes. Salah satu tokoh yang lahir dari persatuan pemuda
Minahasa adalah Sam Ratulangi.
Organisasi Pemuda lainnya yang bergerak untuk mewujudkan cita-cita
Indonesia merdeka adalah Sekar Rukun (1919), Jong Betawi (1927), dan Jong
Bataks Bond (1925). Semua organisasi di atas nantinya mendorong lahirnya Sumpah
Pemuda.
Organisasi kepemudaan yang tidak berlatar belakang suku dan kedaerahan
adalah Perhimpunan Indonesia. Perhimpunan Indonesia paling gencar
mengumandangkan persatuan bangsa Indonesia di Belanda. Perhimpunan Indonesia
beranggotakan para pemuda dari berbagai suku dan pulau di Indonesia. Lahirnya
berbagai organisasi pemuda dan adanya keinginan pemuda untuk bersatu, para
pemuda menghimpunkan dirinya dalam Kongres Pemuda.
Pada tahun 1926, berbagai organisasi kepemudaan menyelenggarakan Kongres
Pemuda I di Yogyakarta. Kongres Pemuda I, telah menunjukkan adanya kekuatan
untuk membangun persatuan dari seluruh organisasi pemuda yang ada di Indonesia.
Kongres Pemuda I berhasil merumuskan dasar-dasar pemikiran bersama. Kesepakatan
itu meliputi dua hal berikut.
a.
cita-cita Indonesia merdeka menjadi cita-cita semua
pemuda Indonesia, dan
b.
semua perkumpulan pemuda berdaya upaya menggalang
persatuan organisasi pemuda dalam satu wadah.
Hasil kesepakatan ini mampu meningkatkan kemajuan yang mendukung arti
pentingnya kesatuan dan persatuan antar organisasi pemuda. Hal ini merupakan
prestasi besar pada saat itu.
Kongres Pemuda II, atau dikenal sebagai Kongres Pemuda 28 Oktober 1928,
dilaksanakan dalam tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh penggagasnya,
organisasi Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan
pelajar dari seluruh wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai
wakil organisasi kepemudaan, yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong Celebes, Jong
Sumateranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dan lainnya serta pengamat
dari pemuda Tionghoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay
Siang, dan Tjoi Djien Kwie.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen
Bond (KJB) Waterlooplein dulu Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Ketua PPPI
Sugondo Djojopoespito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan
dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin
tentang arti dan hubungan persatuan dan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang
bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat,
pendidikan, dan kemauan.
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas
masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro,
berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada
keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga
harus dididik
secara demokratis
Pada rapat penutup, di Gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya
106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan
kepanduan. Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari
pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin
dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Adapun panitia Kongres Pemuda sebagai berikut.
Ketua : Soegondo Djojopoespito (PPPI)
Wakil Ketua : R.M. Djoko
Marsaid (Jong Java)
Sekretaris : Moehammad
Yamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara : Amir
Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I : Djohan
Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II : R. Katja
Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III : Senduk (Jong
Celebes)
Pembantu IV : Johanes
Leimena (Jong Ambon)
Pembantu V : Rochjani
Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
Rumusan Sumpah Pemuda ditulis oleh Moehammad Yamin pada selembar kertas
ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi
terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian
dijelaskan secara panjang lebar oleh Muh. Yamin
B. Memaknai Semangat Kejuangan Pemuda dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia
Peserta dan Panitia Kongres Pemuda II di antaranya: Soegondo Djojopoespito
(PPPI), R.M. Djoko Marsaid (Jong Java), Moehammad Yamin (Jong Sumateranen
Bond), Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond), Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten
Bond), R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia), Senduk (Jong Celebes), Johanes
Leimena (Jong Ambon), dan Rochjani Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi).
Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan pada tahun 1927. Digawangi oleh tokoh-tokoh
besar seperti Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Sartono SH,
Budiarto SH, dan Dr. Samsi, PNI tumbuh dan berkembang menjadi salah satu partai
politik berpengaruh pada saat itu. Apabila kita bandingkan tahun berdirinya PNI
dan tahun kelahiran Soekarno pada tahun 1901, Soekarno pada pada waktu itu
lebih kurang berusia 26 tahun. Usia 26 tahun merupakan usia yang masih muda dan
memiliki semangat muda, yaitu semangat untuk mengubah bangsa ini lebih baik.
PNI sebagai partai nasionalis termasuk mampu berkembang dengan sangat pesat
karena semua golongan dirangkul untuk bergabung dan bersatu. PNI makin menunjukkan
pengaruhnya dalam melawan penjajahan pada saat itu. Tahun 1927, PNI membentuk sebuah
badan koordinasi dari berbagai macam aliran untuk menggalang kesatuan aksi
melawan penjajahan. Badan tersebut diberi nama PPPKI atau Pemufakatan
Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 1929, PNI
melakukan kongres dan mencetuskan cita-cita sosialisme dan semangat
nonkooperasi. Berita ini pun mulai memicu reaksi dari pemerintahan kolonial Belanda. Pemerintah Belanda
menangkap para pemimpin PNI, yakni Ir. Soekarno, Gatot Mangkupraja, Maskun, dan
Suriadinata. Kemudian, keempat tokoh tersebut disidangkan di pengadilan Bandung
pada tahun 1930.
Dalam persidangan itu, Ir. Soekarno mengajukan pembelaan dengan
menyampaikan pidato yang berjudul Indonesia Menggugat. Hakim pada saat itu
adalah Mr. Dr. R. Siegembeek van Hoekelen. Pembela para tokoh Indonesia adalah
Sartono SH, Sastromuljono SH, dan Idik Prawiradiputra SH. Namun, karena
lemahnya posisi bangsa Indonesia pada saat itu, keempat tokoh itu dinyatakan
bersalah dan Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukuman pidana kepada Ir.
Soekarno dengan 4 tahun penjara, Maskun 2 tahun penjara, Gatot Mangkupraja 1
tahun 8 bulan penjara, dan Suriadinata 1 tahun 3 bulan penjara.
Dinginnya penjara, kejamnya sipir penjara tidak mengubah asa para pemuda
Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan, gerakan perjuangan para
pemuda makin gencar dilakukan di seluruh Indonesia. Sejarah mencatat beberapa
pejuang nasional yang berjuang dan meninggal di usia muda. Para pahlawan
tersebut di antaranya sebagai berikut :
1.
Wage Rudolf Supratman
Wage Rudolf
Supratman lahir pada tanggal 19 Maret 1903, di Purworejo, dan wafat pada
tanggal 17 Agustus 1938 ketika berusia 35 tahun. Wage Rudolf Supratman
merupakan sosok penting dalam peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. Pada saat penutupan Kongres Pemuda II di Gedung Indonesische Clubhuis.
Supratman memperdengarkan lagu ciptaannya berjudul ”Indonesia” melalui gesekan
biola. Semua peserta kongres yang hadir menyambut dengan luar biasa serta
memberikan ucapan selamat. Hingga saat ini, lagu ciptaan Supratman berjudul
”Indonesia Raya” menjadi lagu kebangsaan negara Indonesia. Sebelum Indonesia
merdeka, sangat sulit untuk menyanyikan lagu kebangsaannya sendiri. Pada saat
ini, lagu Indonesia Raya terus dipatri dalam jiwa para pemuda karena setiap
pagi dinyanyikan sebelum belajar. Mudah-mudahan semangat lagu Indonesia Raya
dapat membangun jiwa dan badan bangsa Indonesia untuk menuju kehidupan yang
lebih baik.
2.
Chairil Anwar
Chairil Anwar
adalah penyair Angkatan ‘45 yang terkenal dengan puisinya yang berjudul ”Aku”.
Berkat puisinya itu, ia memiliki julukan ‘Si Binatang Jalang’. Chairil lahir di
Medan, 26 Juli 1922. Ia adalah putra mantan Bupati Indragiri, Riau, dan masih
memiliki ikatan keluarga dengan Perdana Menteri Pertama Indonesia, Sutan
Sjahrir. Ia bersekolah di Hollandsch- Inlandsche School (HIS) yang kemudian
dilanjutkan di MULO, tetapi tidak sampai tamat. Walaupun latar belakang
pendidikannya terbatas, Chairil menguasai tiga bahasa, yaitu Inggris, Belanda,
dan Jerman. Ia mulai mengenal dunia sastra di usia 19 tahun. Namanya mulai
dikenal ketika tulisannya dimuat di Majalah Nisan pada Tahun 1942.
Sebagai seorang penyair, kondisi sosial dan perjuangan bangsa Indonesia
mengilhami pembuatan puisinya. Chairil Anwar menciptakan karya yang sangat
terkenal bahkan sampai saat ini seperti ”Krawang Bekasi” dan ”Aku”. Belum genap
27 tahun, Chairil meninggal dunia. Walaupun hidupnya di dunia sangat singkat,
Chairil Anwar dan karya-karyanya sangat melekat pada dunia sastra Indonesia.
Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara
lain bahasa Inggris, Jerman, dan Spanyol. Sebagai tanda penghormatan, dibangun
patung dada Chairil Anwar di Jakarta.
3.
Wolter Monginsidi
Wolter
Monginsidi merupakan Pahlawan Nasional Indonesia yang ikut memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Beliau lahir di Manado, pada 14 Februari 1925 dan wafat
di usia 24 tahun pada 5 September 1949. Semangat Juang Wolter Muda muncul
karena melihat penjajahan di Bumi Pertiwi yang tiada berkesudahan dan makin
menjadi-jadi. Banyak perlawanan terhadap penjajah yang dipimpin oleh Wolter
muda ini. Pada tanggal 28 Februari 1947, ia ditangkap oleh bala tentara Belanda
di Sekolah SMP Nasional Makassar. Wolter Monginsidi kemudian dipenjara. Kakinya
dirantai, dan dikurung di balik terali besi. Sebagai pemuda yang pantang
menyerah dan memiliki semangat juang tinggi, ia tak lantas putus asa dan
menyerah begitu saja. Tanggal 17 Oktober tahun 1948, bersama dengan Abdullah
Hadade, HM Yoseph, dan Lewang Daeng Matari, Wolter berhasil melarikan diri dari
penjara melalui cerobong asap dapur. Sayang sekali, Wolter hanya bisa menghirup
udara kebebasannya selama sepuluh hari. Wolter divonis hukuman mati pada
tanggal 26 Maret 1949. Robert Wolter Monginsidi menulis banyak rangkaian kata
penuh makna yang menunjukkan kesetiaannya terhadap Ibu Pertiwi. ”Raga Boleh
Mati, Tapi Perjuangan Jalan Terus”, ”Jangan takut melihat masa yang akan
datang. Saya telah turut membersihkan jalan bagi kalian meskipun belum semua
tenagaku kukeluarkan.” ”Memang betul, bahwa ditembak bagi saya berarti
kemenangan batin dan hukuman apa pun tidak membelenggu jiwa....” Hari Senin
tanggal 05 September 1949, Robert Wolter Monginsidi menolak menutup matanya
ketika dieksekusi. Ia berkata ”Dengan hati dan mata terbuka, aku ingin melihat
peluru penjajah menembus dadaku.” Lalu, Wolter berteriak ”Merdeka... merdeka...
merdeka…!” dan peluru menghantam tubuhnya. Wafatlah ia di usia yang masih
begitu muda, 24 tahun. Wolter Monginsidi mengantongi banyak penghargaan dan
gelar, antara lain ia dianugerahkan pemerintah Indonesia Bintang Gerilya pada
tahun 1958 dan Bintang Maha Putera Kelas III pada tahun 1960, serta ditetapkan
sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1973.
4.
I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ngurah
Rai lahir di Badung, 30 Januari 1917. I Gusti Ngurah Rai merupakan anak dari
seorang camat Petang, I Gusti Ngurah Palung. Tertarik dengan dunia militer sejak
kecil, Ngurah Rai bergabung dengan HIS Denpasar, lalu melanjutkan dengan MULO
yang ada di Malang. Tak cukup sampai di sana, ia kemudian bergabung dengan sekolah
kader militer, Prayodha Bali, Gianyar. Pada tahun 1940, Ngurah Rai dilantik sebagai
Letnan II yang kemudian melanjutkan pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve
Officieren (CORO), Magelang dan pendidikan Artileri, Malang. Setelah Indonesia
merdeka pada tahun 1945, I Gusti Ngurah Rai diangkat menjadi Komandan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil. Sebagai Komandan TKR Sunda Kecil, Ngurah Rai
merasa perlu untuk melakukan konsolidasi dengan pimpinan TKR pusat di mana saat
itu bermarkas di Yogjakarta. Sampai di Yogjakarta, Ngurah Rai dilantik menjadi
Komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat letnan kolonel. Kembali dari Yogjakarta
dengan bantuan persenjataan, Ngurah Rai mendapati bahwa Belanda telah menduduki
Bali dengan memengaruhi raja-raja Bali. Bersama Ciung Wanara, pasukan kecil
Ngurah Rai, pada tanggal 18 November 1946, menyerang Tabanan yang menghasilkan
satu datasemen Belanda dengan persenjataan lengkap menyerah. Hal ini memicu
Belanda untuk menyerang Ngurah Rai dan pasukannya. Pertahanan demi pertahanan
yang dibentuk Ngurah Rai hancur hingga sampai pada pertahanan terakhir Ciung
Wanara, Desa Margarana, Ngurah Rai dan pasukannya meninggal semua. Perang
tersebut dikenal dengan perang Puputan Margarana karena sebelum gugur, Ngurah
Rai sempat meneriakkan kata puputan yang berarti perang habis-habisan.
Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 November 1946. Berkat usahanya
tersebut, Ngurah Rai mendapatkan gelar Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat
menjadi Brigjen TNI (anumerta). Tak hanya itu, ia juga mendapatkan gelar
Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 63/TK/1975 tanggal 9 Agustus
1975. Kemerdekaan bangsa Indonesia tidaklah didapatkan dengan mudah. Pemaparan di
atas menggambarkan bahwa perjuangan untuk meraih kemerdekaan dilakukan oleh
semua lapisan masyarakat termasuk pemuda. Pemuda bahkan menjadi pejuang terdepan
dalam menghadapi Belanda.
Beberapa tokoh pemuda yang digambarkan di atas berjuang karena terinspirasi
untuk mempersatukan bangsa Indonesia seperti yang diamanatkan oleh Sumpah Pemuda
pada tahun 1928. Sebelumnya, kalian sudah mempelajari bahwa Kongres Pemuda II
yang melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dilaksanakan oleh para pemuda
yang berbeda suku, agama, ras, dan cara pandang politik. Pemuda Jawa diwakili
Jong Java, pemuda Batak diwakili Jong Batak, pemuda Sulawesi diwakili Jong
Celebes dan lainlain. Dari pemuda Tionghoa, tercatat Kwee Thiam Hong, John Lauw
Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie. Beragamnya latar belakang peserta
Kongres Pemuda menunjukkan bahwa pemuda sudah dapat bersatu dan bergerak untuk
mempersatukan bangsa Indonesia. Hal ini seperti dinyatakan dan digelorakan
dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Isi teks Sumpah Pemuda memiliki peranan
yang sangat penting. Melalui Sumpah Pemuda, tanah air, bangsa dan bahasa dapat
diwujudkan untuk bersatu. Dengan sumpah pemuda pula, perjuangan yang dilakukan
oleh bangsa indonesia tidak lagi bersifat kedaerahan, tetapi sifatnya sudah
nasional hingga akhirnya kemerdekaan dapat dicapai. Adapun nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut.
1. Cinta Bangsa dan Tanah Air
Sumpah Pemuda
berisi ikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia.
Inilah wujud dari rasa cinta bangsa dan tanah air (nasionalisme) yang dinyatakan
para pemuda di tahun 1928. Cinta terhadap bangsa dan tanah air artinya kita
setia dan bangga terhadap bangsa dan negara Indonesia.
2. Persatuan
Sumpah Pemuda
dirumuskan dan diikrarkan oleh pemuda dari daerah, suku, agama, dan golongan
yang berbeda. Perbedaan tidak menjadi penghalang bagi para pemuda untuk bersatu
dalam satu wadah, yakni satu bangsa Indonesia. Ikrar ini kemudian dilanjutkan
dalam bentuk bersatu padu untuk berjuang melawan penjajah demi mendapatkan
kemerdekaan. Para pemuda benar-benar sadar jika berjuang tanpa persatuan, tak
akan menang dan berhasil. Penjajahan tak mungkin berakhir jika rasa persatuan
tidak tercipta antarpemuda dan pemudi di seluruh tanah air Indonesia. ”Bersatu
Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh” itulah gambaran pentingnya persatuan bagi
bangsa Indonesia.
3. Sikap Rela Berkorban
Rela berkorban
artinya kesediaan dengan ikhlas untuk memberikan segala sesuatu yang
dimilikinya, sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri. Rela berkorban
untuk kepentingan banyak orang terlebih untuk kepentingan bangsa dan negara
akan memperkuat persatuan dan kesatuan. Begitu juga yang dilakukan oleh para
pemuda dalam peristiwa Sumpah Pemuda maupun dalam perjuangan merebut
kemerdekaan, para pemuda dengan ikhlas berkorban untuk bangsa dan negara tanpa
mengharapkan imbalan meski telah mengorbankan banyak tenaga dan pikiran demi
kemerdekaan bangsa.
4. Mengutamakan Kepentingan Bangsa
Sumpah Pemuda
dan perjuangan pemuda merebut kemerdekaan menunjukkan bahwa para pemuda tak
mementingkan daerah atau golongannya masing-masing. Pemuda hanya memikirkan
bagaimana bangsa Indonesia dapat bersatu padu untuk mengusir penjajah dan
mencapai kemerdekaan.
5. Dapat Menerima dan Menghargai Perbedaan
Perbedaan latar
belakang daerah, suku, dan agama peserta Kongres Pemuda tidak menyurutkan tekad
pemuda untuk bersatu. Berbagai perbedaan bukan untuk dipermasalahkan melainkan
untuk diterima dan dihargai sebagai sebuah kekayaan bangsa Indonesia. Pemuda
menerima dan menghargai perbedaan demi terwujudnya satu bangsa, yaitu Indonesia
6. Semangat Persaudaraan
Semangat
persaudaraan dilandasi oleh semangat kekeluargaan. Kekeluargaan didasarkan saling
menyayangi dan bertanggung jawab dalam mempertahankan nilai-nilai keluarga.
Sikap kekeluargaan dalam masyarakat Indonesia bukan hanya didasarkan oleh
ikatan darah. Sebagai sebuah bangsa, bangsa Indonesia adalah bersaudara
sehingga harus saling menghormati dan tolong-menolong dengan penuh keikhlasan
dan kasih sayang. Dengan tingginya semangat kekeluargaan tersebut, pemuda dan
pemudi Indonesia berikrar mengantarkan bangsa Indonesia untuk berbangsa dan
bertanah air yang satu.
7. Meningkatkan Semangat Gotong Royong atau Kerja Sama
Gotong royong
berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Gotong
royong merupakan budaya bangsa Indonesia. Gotong royong merupakan suatu usaha
atau pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan secara sukarela oleh semua warga
menurut batas kemampuannya masing-masing. Gotong royong juga memiliki nilai
kerja sama. Para pemuda telah bergotong royong secara sukarela menurut
kemampuannya masing-masing. Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan bukti nyata
dari gotong royong dan kerja sama yang dilakukan bangsa Indonesia.
C. Nilai Semangat Sumpah Pemuda Masa Sekarang
Terjadinya
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 itu sendiri menunjukkan bahwa pemuda
Indonesia memiliki hal-hal berikut.
a.
Potensi
Pemuda merupakan
bagian terpenting dari masyarakat yang memiliki potensi untuk melakukan
perubahan karena pemuda memiliki keinginan kuat untuk belajar dan berubah menjadi
lebih baik.
b.
Tanggung Jawab
Tanggung jawab
muncul dari kesadaran, dan pendorong untuk melakukan perubahan adalah
keberanian. Apabila pemuda memiliki kesadaran dan keberanian, perubahan akan
dilakukan dan ini terbukti dalam masa penjajahan di mana peran pemuda pemuda
sebagai penanggung jawab perubahan dilaksanakan.
c.
Hak
Sebagai warga
negara, pemuda juga memiliki hak. Hak itu sendiri diikuti dengan kewajiban.
Bahkan tidaklah baik apabila menuntut hak sedangkan kewajibannya dikesampingkan.
Pemuda di tahun 1928 lebih mendahulukan kewajiban berjuang demi bangsa dan
negara daripada menuntut hak pribadinya.
d.
Karakter
Pemuda yang
melakukan perubahan adalah pemuda yang memiliki karakter berani, menyukai
tantangan, kreatif, pekerja keras, dan inovatif.
e.
Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri
adalah ketepatan seseorang di dalam menempatkan dirinya sesuai dengan kemampuan
yang ada di dalam dirinya. Pemuda di tahun 1928 telah mampu mengaktualisasikan
dirinya dengan baik. Aktualisasi diri tersebut bukan untuk hasrat dan kepentingan
pribadi melainkan untuk kepentingan bangsa dan negara
f.
Cita-Cita
Pemuda haruslah
memiliki cita-cita yang besar. Cita-citalah yang akan melangkah seseorang
meraih masa depan yang lebih baik. Pemuda akan memiliki cita-cita yang tinggi
karena memang pemuda hidup di dunia gagasan. Jangan takut bermimpi. Takutlah
kalau tidak punya mimpi.
Simbol-simbol
negara menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan adalah sebagai berikut:
1) Bendera
Bendera Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang
Merah Putih. Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang
dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna
merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
Bendera negara
dapat dikibarkan dan/atau dipasang pada:
a. kendaraan
atau mobil dinas;
b. pertemuan
resmi pemerintah dan/atau organisasi;
c. perayaan
agama atau adat;
d. pertandingan
olahraga; dan/atau
e. perayaan atau
peristiwa lain.
Setiap orang
dilarang:
a.
merusak, menyobek, menginjak-injak, membakar, atau
melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan
kehormatan bendera negara;
b.
memakai bendera negara untuk reklame atau iklan
komersial;
c.
mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur,
kusut, atau kusam;
d.
mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar
atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apa pun pada bendera negara;
dan
e.
memakai bendera negara untuk langit-langit, atap,
pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera
negara.
2) Bahasa
Bahasa Indonesia
yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan
yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. Bahasa Indonesia
berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu
berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya
daerah. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar
pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional,
transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Bahasa Indonesia
wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan, dalam dokumen resmi negara,
dalam pidato resmi presiden, wakil presiden, dan pejabat negara yang lain yang
disampaikan di dalam atau di luar negeri, dan digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional.
3) Lambang Negara
Lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh
lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung rantai pada leher
Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram
oleh Garuda. Memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang
tenaga pembangunan.
Garuda memiliki
sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19,
dan leher berbulu 45. Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera,Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan, terdapat sebuah garis hitamtebal yang melukiskan
khatulistiwa. Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal46, terdapat lima
buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut.
a.
Sila pertama dilambangkan dengan cahaya di bagian
tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima.
b.
Sila kedua dilambangkan dengan tali rantai bermata
bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai.
c.
Sila ketiga dilambangkan dengan pohon beringin di
bagian kiri atas perisai.
d.
Sila keempat dilambangkan dengan kepala banteng di
bagian kanan atas perisai.
e.
Sila kelima dilambangkan dengan kapas dan padi di
bagian kanan atas perisai
Lambang Negara
menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a. warna merah
di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
b. warna putih
di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
c. warna kuning
emas untuk seluruh burung Garuda;
d. warna hitam
di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
e. warna alam
untuk seluruh gambar lambang.
4) Lagu Kebangsaan
Lagu Kebangsaan
adalah lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman. Lagu
Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:
a.
Untuk menghormati presiden dan/atau wakil presiden
serta bendera negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang
diadakan dalam upacara.
b.
Dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh
pemerintah.
c.
Dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan,
teknologi, Olah raga internasional dan seni internasional yang diselenggarakan
di Indonesia, dan lain sebagainya.
Lagu Kebangsaan
dapat dinyanyikan dengan diiringi alat musik, tanpa diiringi alat musik,
ataupun diperdengarkan secara instrumental. Lagu Kebangsaan yang diiringi alat
musik, dinyanyikan lengkap satu strofe, dengan satu kali ulangan pada refrein.
Untuk Lagu Kebangsaan, seluruh siswa pada awal kegiatan belajar, diwajibkan untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dikalangan siswa ditujukan untuk menanamkan nasionalisme sej
No comments:
Post a Comment