Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan potret sebuah
negara yang memiliki keragaman budaya yang lengkap dan bervariasi. Bangsa
Indonesia mempunyai bermacam-macam suku bangsa, dan setiap suku bangsa
mempunyai ciri-ciri kebudayaannya sendiri sesuai dengan latar belakang
masing-masing. Keberagaman bangsa Indonesia merupakan anugerah, dengan
keberagaman maka membuat hidup bangsa Indonesia menjadi indah.
Indahnya
keberagaman bangsa Indonesia akan hilang apabila diantara suku bangsa, ras dan
agama di Indonesia tidak lagi bersatu dan tidak toleran. Sejarah bangsa
Indonesia dibangun oleh persatuan seluruh anak bangsa tanpa melihat suku,
agama, dan ras. Kebersamaan dalam keanekaragaman inilah yang harus kita pupuk.
Dalam Bab ini kalian akan belajar untuk terus menumbuhkan kebersamaan dalam
keanekaragaman masyarakat Indonesia.
A. Norma dan
Kebiasaan Antardaerah di Indonesia
Cermati
wacana berikut ini,
Apa informasi yang kalian peroleh
saat membaca wacana di atas? Kalian pasti ingin tahu lebih banyak informasi
tentang kebersamaan dalam keberagaman masyarakat Indonesia di berbagai daerah.
Kembangkan terus keingintahuan kalian tersebut. Coba kalian rumuskan pertanyaan
yang ingin kalian ketahui dari cerita di atas. Seperti, apakah dalam perbedaan
kita dapat hidup bersama?
Diskusikan dengan kelompok kalian untuk
mengembangkan sebanyak mungkin informasi yang kalian ingin ketahui tentang
kebersamaan dalam keberagaman.
“Masyarakat
Sulawesi Utara umumnya dan secara khusus kota Manado sangat menyadari dan
memahami bahwa perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan, dan berbagai
perbedaan lainnya bukan ancaman untuk hidup bersama. Masyarakat Sulawesi Utara
dan Manado sebagai ibukotanya memandang tidak ada untungnya jika mengancam dan
merasa terancam dengan perbedaan. Di dunia mana pun, tidak ada manusia yang
sama, bahkan yang kembar sekali pun tetap berbeda, karena manusia diciptakan
oleh Tuhan dengan sejumlah perbedaan di dalam dirinya. Istilah Torang Samua
Basudara bukan untuk menyatukan perbedaan atau untuk menyamakan keberagaman,
tetapi untuk mengakui dan memahami bahwa perbedaan adalah hal yang indah dan
mengandung nilai kehidupan.
Sejarah telah
mencatat bahwa bangsa yang maju dalam berbagai bidang kehidupan adalah bangsa
yang menghargai perbedaan. Abad 20 yang telah kita lalui mengajarkan kepada
kita bahwa manusia memiliki nasib yang sama. Abad 21 mengungkapkan kepada kita
bahwa antara dunia yang satu dengan dunia yang lainnya saling berhubungan. Ini
mengandung arti bahwa tidak seorang pun atau tidak ada kelompok atau golongan
mana pun dalam masyarakat yang heterogen menjadi besar dan kuat, dan mampu
mengatasi tantangan sendirian. Tapi terkadang kebenaran ini mudah dilupakan,
akhirnya beberapa daerah dalam wilayah NKRI melupakan nasib bersama bahwa
Tosang Samua Basudara.
Keberagaman
norma dan adat (kebiasaan) di nusantara merupakan anugerah yang tak terhingga
sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Norma dan kebiasaan dalam suatu masyarakat
tumbuh didasarkan oleh jiwa masyarakat itu sendiri. Dalam pelaksaannya kita
akan menemukan berbagai perbedaan adat dan kebiasaan antar daerah. Adat Istiadat adalah sebuah
ungkapan yang artinya segala aturan, ketentuan, tindakan, yang menjadi
kebiasaan suatu masyarakat secara turun temurun.
Tiap daerah memiliki corak dan
budaya masing-masing yang menjadi ciri khas masyarakat tersebut. Hal ini bisa
kita lihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari, misalnya upacara ritual,
pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya. Contohnya
adalah pemakaman daerah Toraja, mayat tidak dikubur dalam tanah tetapi
diletakkan dalam goa. Di daerah Bali, mayat dibakar (ngaben).
Kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat suatu daerah. Pada umumnya, kebudayaan
daerah merupakan budaya asli dan telah lama ada serta diwariskan turun-temurun
kepada generasi berikutnya. Kebudayaan kita sekarang ini sebenarnya merupakan
hasil pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan masa lampau.
Contoh Adat Istiadat :
Berikut disajikan bebeapa contoh adat
istiadat yang masih dilaksanakan dan dilestarikan di beberapa daerah di
Indonesia
Indonesia.
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang
Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja, artinya “Orang yang berdiam di
negeri atas atau pegunungan”, sedangkan orang Luwu menyebutnya To Riajang,
artinya orang yang berdiam di sebelah barat. Ada juga versi lain kata Toraya. To
= Tau (orang), Raya = Maraya (besar), artinya orang orang besar,
bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana
berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan
Tana Toraja.
Di wilayah Tana Toraja juga digelar “Tondok Lili’na Lapongan Bulan
Tana Matari’ollo”, arti harfiahnya, “Negeri yang bulat seperti bulan dan
matahari”. Wilayah ini dihuni oleh satu etnis (Etnis Toraja).
Tana Toraja memiliki kekhasan dan
keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut “Rambu Tuka”.
Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di “Tongkonan“
untuk beberapa waktu. Jangka waktu peletakan ini bisa lebih dari 10 tahun
sampai keluarganya memiliki cukup uang untuk melaksanakan upacara yang pantas
bagi si mayat. Setelah upacara, mayatnya dibawa ke peristirahatan terakhir di
dalam Goa atau dinding gunung.
Tengkorak-tengkorak itu
menunjukkan pada kita bahwa, mayat itu tidak dikuburkan tapi hanya diletakkan
di batuan, atau dibawahnya, atau di dalam lubang. Biasanya, musim festival
pemakaman dimulai ketika padi terakhir telah dipanen, sekitar akhir Juni atau
Juli, paling lambat September.
Peti mati yang digunakan dalam
pemakaman dipahat menyerupai hewan (Erong). Adat masyarakat Toraja
antara lain, menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, atau dibuatkan sebuah
rumah (Pa’tane). Rante adalah tempat upacara pemakaman secara adat yang
dilengkapi dengan 100 buah “batu”, dalam Bahasa Toraja disebut Simbuang Batu.
Sebanyak 102 bilah batu yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran
besar, 24 buah sedang, dan 54 buah kecil. Ukuran batu ini mempunyai nilai adat
yang sama, perbedaan tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi dan kondisi
pada saat pembuatan/pengambilan batu. Simbuang Batu hanya diadakan bila
pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya diadakan dalam tingkat “Rapasan
Sapurandanan” (kerbau yang dipotong sekurang- kurangnya 24 ekor).
Ngaben - Pembakaran Jenazah di Bali
Ngaben
adalah upacara pembakaran mayat, khususnya oleh mereka yang beragama Hindu. Agama Hindu
merupakan agama mayoritas di Pulau Bali. Di dalam “Panca Yadnya”, upacara ini termasuk
dalam “Pitra Yadnya”, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur
Makna upacara Ngaben pada intinya adalah, untuk mengembalikan roh
leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda
mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, dan Idep. Setelah meninggal
Bayu, Sabda, dan Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Upacara Ngaben biasanya
dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai
wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Upacara ini biasanya
dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu
keyakinan bahwa, kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena
itu dapat menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.
Hari pelaksanaan Ngaben
ditentukan dengan mencari hari baik yang biasanya ditentukan oleh Pedanda.
Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan keluarga dibantu oleh
masyarakat akan membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari
kayu, kertas warna warni dan bahan lainnya. “Bade dan Lembu” ini adalah,
tempat meletakkan mayat.
Kemudian “Bade”
diusung beramai-ramai ke tempat upacara Ngaben, diiringi dengan “gamelan”, dan
diikuti seluruh keluarga dan masyarakat. Di depan “Bade” terdapat kain
putih panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat
asalnya. Di setiap pertigaan atau perempatan, dan “Bade” akan diputar
sebanyak 3 kali. Upacara Ngaben diawali dengan upacara-upacara dan doa mantra
dari Ida Pedanda, kemudian “Lembu” dibakar sampai menjadi abu yang kemudian
dibuang ke laut atau sungai yang dianggap suci.
Suku Dayak
Sejak abad ke 17, Suku Dayak di
Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di daun telinga. Tak
sembarangan orang bisa menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang
yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk
memperbesar kuping/daun telinga, menurut kepercayaan mereka, semakin besar
pelebaran lubang daun telinga semakin cantik, dan semakin tinggi status
sosialnya di masyarakat.
Kegiatan-kegiatan adat budaya ini selalu
dikaitkan dengan kejadian penting dalam kehidupan seseorang atau masyarakat.
Berbagai kegiatan adat budaya ini juga mengambil bentuk kegiatan-kegiatan seni
yang berkaitan dengan proses inisiasi perorangan seperti kelahiran, perkawinan
dan kematian ataupun acara-acara ritus serupa selalu ada unsur musik, tari,
sastra, dan seni rupa. Kegiatan-kegiatan adat budaya ini disebut Pesta Budaya.
Manifestasi dari aktivitas kehidupan budaya masyarakat merupakan miniatur yang
mencerminkan kehidupan sosial yang luhur, gambaran wajah apresiasi keseniannya,
gambaran identitas budaya setempat.
Kegiatan
adat budaya ini dilakukan secara turun temurun dari zaman nenek moyang dan
masih terus berlangsung sampai saat ini, sehingga seni menjadi perekam dan
penyambung sejarah.
Jadi,
dapat disimpulkan yang disebut dengan kebudayaan adalah pikiran, karya,
teknologi dan rangkaian tindakan suatu kelompok masyarakat.
Cobalah
kalian amati dan pelajari dari berbagai sumber tentang norma yang berlaku
selain di daerah kalian, seperti cara berbicara, cara bertamu, cara makan, dan
sebagainya. Tulis apa yang sudah kalian ketahui ke dalam tabel berikut :
Kampung Adat Naga – Jawa Barat
Dalam kehidupan
masyarakat di desa Adat Naga, agama Islam merupakan satu-satunya agama yang
dianut dan dijadikan sebagai pedoman hidup oleh mereka. Oleh karena itu, tak
mengherankan kalau nuansa Islami begitu kental mewarnai berbagai aspek kehidupan
masyarakat di desa tersebut. Keselarasan dan keharmonisan hubungan antarwarga
masyarakat terjalin dengan baik, sehingga mereka terjaga dari hal-hal yang
dapat mengganggu kedamaian hidup mereka.
Untuk menjaga kelangsungan hidup,
masyarakat Kampung Naga memiliki sumber mata pencaharian yang cukup beragam.
Namun demikian, sebagian besar dari mereka lebih banyak yang menggantungkan
hidupnya pada bidang pertanian tanah sawah dan perladangan tanah kering, baik
yang statusnya sebagai petani pemilik, petani penggarap, maupun buruh tani.
Kampung Naga merupakan sebuah
potret kehidupan yang khas dalam menjalankan roda kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Kampung Naga yang begitu kukuh memegang falsafah hidup yang
diwariskan oleh nenek moyang mereka dari generasi yang satu ke generasi
berikutnya,
Masyarakat Kampung Naga
mewujudkan nilai budaya melalui berbagai aspek kehidupan seperti dalam sistem
religi, sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, dan sistem
kemasyarakatan yang semuanya terangkum ke dalam sistem budaya masyarakat
Kampung Naga.
Masyarakat Kampung Naga juga
mempercayai bahwa benda-benda pusaka peninggalan mempunyai kekuatan magis.
Benda-benda pusaka itu disimpan di tempat suci atau Bumi Ageung yang merupakan
bangunan pertama yang didirikan di Kampung adat Naga. Selanjutnya, dari masa ke
masa bangunan tersebut dirawat serta diurus oleh seorang wanita tua yang masih
dekat garis keturunannya.
Kehidupan di kampung naga, memang
terlihat agak eksklusif dibanding dengan masyarakat sekelilingnya. Mereka masih
melakukan tradisi kehidupan yang sederhana sesuai dengan pedoman hidupnya.
Seperti rumah tidak menggunakan listrik dan jumlah rumah tidak boleh lebih dari
118 rumah dan rumah tidak boleh ditembok dan sebagainya.
Suku Bugis – Sulawesi Selatan
Suku Bugis atau to Ugi adalah
salah satu suku di antara sekian banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di
Pulau Sulawesi bagian selatan. Namun dalam perkembangannya, saat ini komunitas
Bugis telah menyebar luas ke seluruh Nusantara. Penyebaran Suku Bugis di
seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang– orang Bugis umumnya adalah
nelayan dan pedagang.
Sebagian orang Bugis lebih suka
merantau adalah pedagang dan berusaha (massompe) di negeri orang lain.
Orang Bugis zaman dulu menganggap nenek moyang mereka adalah pribumi yang telah
didatangi titisan langsung dari “dunia atas” yang “turun” (manurung)
atau dari “dunia bawah” yang “naik” (tompo) untuk membawa norma dan
aturan sosial ke bumi (Pelras, The Bugis, 2006).
Umumnya orang-orang Bugis sangat
meyakini akan hal to manurung, tidak terjadi banyak perbedaan pendapat
tentang sejarah ini. Sehingga setiap orang yang merupakan etnis Bugis, tentu
mengetahui asal-usul keberadaan komunitasnya.
Penamaan “ugi” merujuk
pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Cina, tapi yang terdapat di
jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini)
yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan
dirinya, mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To
Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi
adalah ayah dari We‘ Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu‘, ayahanda dari
Sawerigading.
Sawerigading sendiri adalah suami
dari We‘ Cudai dan melahirkan beberapa anak, termasuk La Galigo yang membuat
karya sastra terbesar. Sawerigading Opunna Ware (Yang Dipertuan Di Ware)
adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra La Galigo dalam tradisi
masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat
Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo, dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti
Buton (Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis).
Peradaban awal orang–orang Bugis
banyak dipengaruhi juga oleh kehidupan tokoh-tokohnya yang hidup di masa itu,
dan diceritakan dalam karya sastra terbesar di dunia yang termuat di dalam La
Galigo atau sure‘ galigo dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman
folio dan juga tulisan yang berkaitan dengan silsilah keluarga bangsawan,
daerah kerajaan, catatan harian, dan catatan lain baik yang berhubungan adat
(ade‘) dan kebudayaan–kebudayaan di masa itu yang tertuang dalam Lontara‘.
Tokoh–tokoh yang diceritakan dalam La Galigo, di antaranya ialah Sawerigading,
We‘ Opu Sengngeng (Ibu Sawerigading), We‘ Tenriabeng (Ibu We‘
Cudai), We‘ Cudai (Istri Sawerigading), dan La Galigo(Anak
Sawerigading dan We‘ Cudai).
Tokoh–tokoh
inilah yang diceritakan dalam Sure Galigo sebagai pembentukan awal
peradaban Bugis pada umumnya. Sedangkan di dalam Lontara itu berisi
silsilah keluarga bangsawan dan keturunan–keturunannya, serta nasihat–nasihat
bijak sebagai penuntun orang-orang bugis dalam mengarungi kehidupan ini. Isinya
lebih cenderung pada pesan yang mengatur norma sosial, bagaimana berhubungan
dengan sesama baik yang berlaku pada masyarakat setempat maupun bila orang
Bugis pergi merantau di negeri orang.
Konsep ade‘
(adat) merupakan tema sentral dalam teks–teks hukum dan sejarah orang Bugis.
Namun, istilah ade‘ itu hanyalah pengganti istilah–istilah lama yang
terdapat di dalam teks-teks zaman pra-Islam, kontrak-kontrak sosial, serta
perjanjian yang berasal dari zaman itu. Masyarakat tradisional Bugis mengacu
kepada konsep pang‘ade‘reng atau “adat istiadat”, berupa serangkaian norma yang
terkait satu sama lain.Selain konsep ade secara umum yang terdapat di
dalam konsep pang‘ade‘reng, terdapat pula bicara (norma hukum), rapang
(norma keteladanan dalam kehidupan bermasyarakat), wari (norma yang
mengatur stratifikasi masyarakat), dan sara‘ (syariat Islam
B. Arti Penting Keberagaman
Konteks Norma dan Kebiasaan Antardaerah di Indonesia
1.
Arti Penting bagi Diri Sendiri
Norma seperti telah dibahas
sebelumnya memiliki arti yang sangat baik bagi diri sendiri dan masyarakat.
Dalam konteks pribadi, manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan terlahir sebagai
mahluk individu. namun, seiring dengan pertumbuhannya, kodrat manusia bergeser
menjadi mahluk sosial. Hal ini disebabkan sejak lahir sampai meninggal manusia
senantiasa membutuhkan pertolongan dan bantuan manusia lainnya.
Cerita dibawah
ini menggambarkan perbedaan budaya yang ada di sekolah
Dari cerita diatas, perbedaan
kebiasaan apa yang nampak nyata diantara guru dan siswa?. Di sekolah, kalian
dapat ditemukan berbagai perbedaan norma dan kebiasaan diantara seluruh siswa.
SMP sebagai sekolah menengah yang biasanya berada di Ibukota kecamatan memiliki
siswa yang lebih beragam dibandingkan dengan SD. Perbedaan daerah tempat
tinggal walaupun satu kecamatan seringkali melahirkan nilai-nilai kesopanan
atau kebiasaan yang berbeda juga.
Selanjutnya
amati dan laporkan berbagai perbedaan norma yang ada di masyarakat atau di
sekolah kalian. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan tata cara berbicara,
berpakaian, tata cara bertingkah laku dan sebagainya.
Di tengah terik matahari siang,
seorang siswa berlari di halaman sekolah. Tanpa sengaja siswa tersebut berlari
di depan guru dan tidak mengucapkan permisi ataupun memohon maaf. Kemudian guru
tersebut memanggil siswa dan menasehatinya untuk tidak melakukan hal seperti
itu. Ketika sedang diberi nasehat siswa tersebut menatap mata guru. Guru
kemudian menegur siswa, mengapa ketika diberi nasehat siswa menatap mata guru.
Siswa itu pun menjawab “kata ibu, apabila sedang diberi nasehat oleh orangtua
atau guru maka saya harus menatap mata sebagai bukti memperhatikan nasihatnya”.
Guru
itupun terdiam dan dalam hatinya berkata “Saya diajari oleh orangtua ketika
dinasehati saya harus menundukkan kepala dan tidak memandang mata”.
Dalam pergaulan dengan manusia
lainnya, tiap-tiap manusia mempunyai keinginan atau kepentingan sendiri
sendiri, ada manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan ada pula yang
mempunyai kepentingan berbeda bahkan ada pula kepentingan yang bertentangan
satu sama lainnya. Pertentangan antara kepentingan manusia itu dapat
menimbulkan kekacauan di dalam masyarakat apabila dalam masyarakat tidak ada
tata tertib atau norma yang mengaturnya.
Rasa tenang dalam hati akan
tercipta apabila kita sebagai pribadi mampu melaksanakan norma dengan baik.
Seperti apabila kita selalu jujur dalam kehidupan sehari-hari, maka hati kita
akan terasa tenang.
Pada dasarnya hati manusia akan
selalu menyuruh untuk berbuat baik dan menyalahkan perbuatan salah. Pemahaman
ini oleh para ahli disebut juga dengan ruang ketuhanan (Godspot) atau
DNA Spiritualitas. Godspot ada pada diri manusia, yaitu menjelma menjadi
suara hati yang akan menyuruh pada kebenaran dan merasa bersalah apabila
melanggar suatu aturan.
1.
Arti Penting bagi Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat,
norma memiliki arti yang sangat penting. Norma mengatur kehidupan masyarakat
agar menjadi tertib dan damai. Keinginan setiap orang dalam masyarakat pasti
berbeda. Adanya berbagai keinginan dan lebih jauhnya kepentingan dalam
masyarakat ini menyebabkan dalam masyarakat mudah terjadinya pertentangan.
Agar pemenuhan kebutuhan setiap
manusia itu berjalan secara teratur, tidak terjadi benturan-benturan antara
kepentingan manusia yang satu dengan kepentingan sesama, diperlukan pengaturan
petunjuk hidup, aturan atau patokan yang biasa disebut norma.
Sebagai
kaidah atau aturan yang berisi perintah dan larangan yang ditetapkan
berdasarkan kesepakatan bersama norma dapat mengatur perilaku manusia di dalam
masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian. Dengan mentaati norma, maka
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi tertib, aman,
rukun, dan damai. Suasana masyarakat yang taat terhadap norma yang berlaku
dapat membentuk suatu kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Aktivitas 4.3
Amatilah
berbagai perilaku sesuai maupun melanggar norma dan kebiasaan antardaerah di
Indonesia. Diskusikan manfaat dari perilaku tersebut. Tulis hasil pengamatan
dan diskusi dalam tabel berikut
No
|
Lingkungan
|
Perilaku
|
Manfaat
|
Akibat
|
||
1
|
Sekolah
|
|||||
C. Menghargai
Norma dan Kebiasaan Antardaerah di Indonesia
1.
Menghargai Keberagaman Norma dan Kebiasaan dalam Lingkungan Sekolah
Perhatikan teman di sekolahmu,
apakah ada siswa yang memiliki sifat dan kebiasaan yang sama. Kamu mungkin akan
menemukan siswa yang pendiam, ada yang senang bercanda dan berbagai kelakuan
lainnya. Disisi yang lain kamu juga mungkin menemukan siswa yang seringkali
berkata keras. Itulah salah satu bentuk keberagaman yang ada di sekolah.
Keberagaman kebiasaan yang
terdapat di lingkungan sekolah hendaknya dapat disikapi dengan positif sebagai
kekayaan kelas. Pada saat ini terutama di perkotaan, masyarakat dan sekolah
terbentuk serta hidup dalam perbedaan budaya. Oleh karenanya kita dituntut
untuk berpikir, bersikap, dan berperilaku sebagai manusia yang menghargai,
menghormati, dan mampu bergaul dengan sesamanya.
Kebiasaan boleh berbeda, namun
kita tetap saling menghormati perbedaan tersebut. Pepatah; dimana bumi
dipijak disana langit dijunjung tepatlah kiranya menggambarkan sikap
perilaku kita dalam pergaulan disekolah.
Di rumah masing-masing tentunya
kalian memiliki kebiasaan dan perilaku yang berbeda. Diantara kalian mungkin
saja merupakan anak satu-satunya atau anak tunggal dalam keluarga. Anak tunggal
mungkin saja berbeda sikap dan kebiasaannya dalam kehidupan keluarga dibandingkan
dengan keluarga yang anaknya lebih dari satu.
Perbedaan sikap
dan perilaku dirumah dan dimasyarakat masing-masing ketika berada di sekolah
harus disesuaikan dengan tata aturan yang berlaku disekolah. Bagi siswa yang
diperlakukan istimewa di rumahnya, ketika berada di sekolah semuanya memiliki
kedudukan dan diperlakukan secara sama. Diantara siswa pun harus saling
menghargai, bekerjasama dan tolong menolong tanpa membedakan satu diantara yang
lainnya.
2.
Menghargai Keberagaman Norma dan Kebiasaan dalam Lingkungan Pergaulan
Dalam lingkungan pergaulan, menghargai perbedaan norma dan kebiasaan
dapat dilakukan dengan hal-hal berikut :
- Keterbukaan, untuk memahami keberagaman maka kita harus bersikap terbuka terhadap perbedaan norma, sikap, perilaku, dan kebiasaan dan yang harus disadari adalah bahwa semua orang itu berbeda.
- Memahami lebih jauh hal-hal yang ada dalam lingkungan pergaulan.
- Mendukung sikap dan perilaku baik dari teman yang berbeda budaya. Seperti contoh, kepada teman yang suka berkata dengan lemah lembut kita tidak harus mempermainkannya. Lebih baik kita berkata sopan kepadanya.
- Sikap positif seperti tidak suka mengeluh akan membuat orang lain nyaman bergaul dengan kita.
- Percaya diri dengan tidak menganggap rendah orang lain sangat diperlukan dalam pergaulan.
- Kebersamaan dalam pergaulan yaitu melibatkan dan tidak memilah-milah teman karena adanya berbagai perbedaan.
- Memahami tatacara pergaulan terutama dalam masyarakat yang budayanya beragam. Seperti contoh dalam pergaulan masyarakat tertentu kita tidak boleh memotong pembicaraan orang karena dianggap tidak sopan.
- Tidak memonopoli atau menguasai teman. Tindakan memonopoli teman seperti memaksakan hobinya kepada orang lain akan menyebabkan pecahnya kebersamaan.
- Berteman dengan memperlihatkan ekspresi dan penghargaan. Seperti tersenyum dan memuji teman merupakan perbuatan yang akan memelihara kebersamaan.
3. Menghargai
Keberagaman Norma dan Kebiasaan dalam Lingkungan Masyarakat
Keberagaman norma dan kebiasaan
akan semakin mudah ditemukan dalam lingkungan masyarakat terutama dalam
masyarakat perkotaan. Masyarakat perkotaan seringkali dibentuk oleh masyarakat
pendatang. Masyarakat pendatang, membawa norma dan kebiasaan dari daerah asal
yang tentunya berbeda.
Dalam pergaulan masyarakat
perkotaan berbagai perbedaan yang dimiliki tiap orang dapat menyebabkan
konflik. Konflik dapat terjadi apabila hilangnya tenggangrasa dan saling
menghargai antara satu orang dengan orang lain atau antar masyarakat. Semua
orang didalam masyarakat memiliki kedudukan dan kewajiban yang sama. Tidak ada
orang yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
Perbedaan kebiasaan diantara
masyarakat sepatutnya disikapi secara bijak oleh masyarakat itu sendiri agar
tercipta kehidupan masyarakat yang damai dan tentram.
Bentuk perilaku menghargai norma dan kebiasaan yang beragam
dimasyarakat dapat dilakukan dengan cara berikut :
a. Sikap
menghormati norma dan kebiasaan yang berbeda
b. Menjunjung
tinggi sikap toleransi dan kebersamaan
c. Sikap
tenggang rasa, dan
d. Menjaga
kerukunan antar masyarakat.
Aktivitas 4.4
Amatilah lingkungan sekolah,
pergaulan, dan masyarakat di sekitar kalian. Tulislah perwujudan sikap
menghargai norma dan kebiasaan antardaerah yang terjadi dalam lingkungan tersebut.
No
|
Lingkungan
|
Perilaku
|
Manfaat
|
Akibat
|
1
|
Sekolah
|
………………
………………
………………
|
………………
………………
………………
|
………………
………………
|
Uji Kompetensi 4.1
Jawablah
pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1.
Jelaskan
norma yang berlaku di daerah kalian, dalam hal: a. Tata cara berbicara
2.
b.
Tata cara bertingkah laku
3.
4.
Jelaskan
3 (tiga) perbedaan tata cara berpakaian antardaerah di sekitar kalian!
5.
Jelaskan
3 (tiga) persamaan tata cara bertamu antardaerah di sekitar kalian!
Uji Kompetensi 4.2
Jawablah
pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1.
Jelaskan
salah satu kebiasaan yang berlaku di sekitar kalian!
2.
Jelaskan
perbedaan salah satu kebiasaan antardaerah di sekitar kalian!
3.
Jelaskan
persamaan salah satu kebiasaan antardaerah di sekitar kalian!
Uji Kompetensi 4.3
Jawablah
pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1.
Jelaskan
3 (tiga) manfaat keberagaman norma dan kebiasaan bagi diri sendiri!
2.
Jelaskan
3 (tiga) manfaat keberagaman norma dan kebiasaan bagi masyarakat!
3.
Berilah
4 (empat) contoh sikap menghargai keberagaman norma dan kebiasaan di berbagai
lingkungan masyarakat!
4.
Jelaskan
2 (dua) manfaat sikap menghargai keberagaman norma dankebiasaan di berbagai
lingkungan sekolah!
5.
Jelaskan
4 (empat) akibat tidak menghargai keberagaman norma dan kebiasaan di berbagai
lingkungan masyarakat!